Surat kabar telah hadir semenjak pamflet pertama muncul di Jerman pada akhir tahun 1400-an. Surat kabar pertama berbahasa Inggris adalah Weekly News yang terbit pada 1622. Pada saat itu sifat surat kabar hanya menerbitkan periklanan, bukan bersifat politis. The London Gazette dikenal sebagai media cetak modern pertama yang terbit di 1666. Pada saat ini surat kabar menjadi media untuk memengaruhi pandangan publik.
Di Indonesia, surat kabar pertama adalah Javasche Courant yang terbit di tahun 1828 di Jakarta. Surat kabar ini berisi tentang berita resmi pemerintahan. Tujuh tahun berikutnya, terbit Soerabajasch Adevertentiebland di Surabaya.
Perkembangan Media Cetak Di Indonesia Setelah Tahun 2000-an
Media yang dicetak di Indonesia sempat berkembang cukup baik. Beragam surat kabar harian, surat kabar mingguan, majalah, dan tabloid bermunculan. Sayangnya, kejayaan media ini menurun seiring dengan kehadiran teknologi digital. Di jurnal berjudul Posisi Media Cetak di Tengah Perkembangan Media Online di Indonesia (2016), Kusuma menyatakan bahwa pembaca mengalami penurunan yang cukup signifikan.
Berkurangnya jumlah pembaca mengancam eksistensi media cetak. Data BPS menunjukkan bahwa persentase masyarakat berumur 10 tahun ke atas yang membaca surat kabar adalah sebesar 23%. Nilai ini berkurang sebesar 0,3% di tahun 2006, turun drastis sebesar 18,4% di 2009, dan turun lagi sebesar 17% di 2012.
Selain kemajuan teknologi, faktor lain yang menyebabkan konsumsi media nonelektronik berkurang adalah harga kertas yang semakin mahal. Industri ini pun menjadi semakin sulit untuk bertahan.
Akibatnya, koran yang semula berjumlah 102 pada 2012 berkurang menjadi 99 pada 2016. Banyak media yang menghentikan pencetakannya, seperti Jakarta Globe, Harian Bola, atau Sinar Harapan. Jumlah majalah juga menyusut. Terdapat 162 majalah pada 2012 berkurang menjadi 123 pada 2016.
Media Non Elektronik Tetap Memiliki Keunggulan
Media yang dicetak lebih bisa dipertanggungjawabkan karena melalui proses penyuntingan oleh tim redaksi. Masih banyak media elektronik yang belum memahami kode etik jurnalistik dan salah memberikan informasi karena dituntut untuk segera mempublikasikan dengan cepat.
Isi berita-berita di platform online di Indonesia hanya memaparkan apa, kapan, siapa, dan di mana, tidak mengali bagaimana dan mengapa. Tirto.id pernah mengadakan penelitian bahwa generasi Z tidak puas dengan berita nanggung dan serba bolong seperti itu. Kedalaman berita jadi dipertanyakan karena jurnalisme kini mengedepankan berita cepat.
Dibandingkan dengan media elektronik, media yang dicetak lebih memorable atau bisa dikenang. Pembaca bisa memegang koran atau majalahnya, pembaca juga bisa mengkoleksi karya media tersebut, terutama jika memiliki desain dan foto yang bagus.
Penelitian menunjukkan bahwa pembaca memberikan respon emosional ketika melihat sesuatu yang dicetak dibandingkan dengan format digital. Ini dapat meningkatkan brand awareness dan informasi yang disajikan lebih mudah diproses secara mental.
Microsoft adalah salah satu perusahaan teknologi yang melihat keunggulan media cetak. Mereka berani mengambil langkah dengan menggandeng perusahaan media Pioneer News Group. Dengan model bisnis yang baru, mereka bekerjasama mengelola media yang dicetak.
Dikutip di laman resmi Microsoft, CEO Pioneer Eric Johnston, menyatakan bahwa orang-orang masih membutuhkan koran sebagai sumber informasi. Koran bisa mempertahankan dirinya sebagai bagian penting dari masyarakat jika bisa melibatkan pembaca.
Cara Media Cetak Bertahan
Media harus bertahan agar tidak tergerus zaman dan gulung tikar. Mereka harus bisa mengambil perannya kembali sebagai saluran penyampaian informasi. Caranya adalah melakukan konvergensi media, yaitu bisa beradaptasi dengan media elektronik, seperti membuat e-paper, radio streaming, e-books, atau media sosial.
Cara lainnya adalah memperluas pasar agar tumbuh di daerah-daerah hingga. Dikutip dari Tirto.id, Nasihin Masha mengatakan bahwa koran daerah di masa Orde Baru hanya sampai tingkat provinsi saja, tetapi sekarang melebar sampai ke kabupaten. Perusahaan-perusahaan media besar seperti Jawa Pos dan Kompas Gramedia telah menyadari ini. Jawa Pos memiliki jaringan pers daerah dan Kompas Gramedia memiliki jaringan Tribun.
Banyak perusahaan media yang mengembangkan bisnis ke arah nonmedia seperti penerbitan buku, percetakan, lembaga pendidikan, latihan menulis, penyelenggara event, dan lainnya.
Baca juga: Apa Itu Percetakan?
Ini juga diperkuat oleh penelitian Ross Tapseel, peneliti Asian Studies dan dosen di Australian National University, bahwa pemilik media dan eksekutif di Indonesia yakin bahwa digital sangat berpengaruh besar masa depan, maka dari itu sebaiknya kembangkan jangkauan pembaca daripada menetapkan diri dalam satu platform.
Hal yang Harus Dipertimbangkan Oleh Perusahaan Media Cetak
1. Smartphone dan Internet
Majunya perkembangan teknologi ponsel pintar atau smartphone membuat pergerakan informasi semakin mudah. Di tahun 2020 saja tercatat 175.4 juta pengguna aktif internet di Indonesia ini. Data ini menunjukan sebuah pontensi bagi perusahaan media cetak untuk beradaptasi mengalihkan produk media cetak nya menjadi media informasi digital. Seperti Contoh Kompas, Detik, Kumparan, Liputan6 adalah beberapa perusahaan besar yang mengembangkan media informasi digitalnya. Agar supaya terus bertahan. .
2. Generasi Milenial dan Trend Membaca
Hal yang perlu dipertimbangakan dalam melihat trend media cetak adalah pembaca itu sendiri. Generasi sekarang menjadi sebuah panutan untuk melihat sebuah trend. Generasi milenial yang sekarang ini memiliki kebiasaan membaca yang berbeda dengan generasi sebelumnya. dikutip dari solopos.com di artikelnya yang berjudul “Media Cetak dan Masa Depan Jurnalisme” di dalam artikel tersebut Generasi milenial memiliki beberapa prilaku membaca yang membuat media cetak semakin tidak terjamah.
- Speed – Kebutuhan untuk mendapatkan berita secara cepat.
- Simple – Mendapatkan berita dengan cara yang mudah
- Colorful – Berita dengan gambar dan warna yang bagus
- Shocking – Berita yang Trending
Kesimpulan
Komunikasi digital bisa membantu pembaca kerja lebih produktif dan lebih pintar. Pembaca tinggal membuka telepon genggam dan bisa memilih berita yang diinginkan. Tetapi memiliki media cetak di tangan juga baik untuk merepresentasikan bisnis para pemilik perusahaan pers dan bisa memberikan berita yang lebih bermutu. Memiliki sesuatu yang berbentuk fisik berarti banyak bagi pelanggan. Ini bisa meningkatkan loyalitas pelanggan terhadap perusahaan.